Selasa, 05 Januari 2016

kelemahan sains modern


KATA PENGANTAR                         
    
PUJI SYUKUR PENULIS PANJATKAN KEHADIRAN ALLAH  SWT,  ATAS LIMPAHAN RAMAT DAN KARUNIANYA BERUPA KEMUDAHAN DAN KELANCARAN ,  SERTA PETUNJUKNYA YANG DIBERIKAN SEHINGGA PENULIS DAPAT MENYELESAIKAN TUGAS MAKALAH INI.
              
               SHALAWAT DAN SALAM PENULISA HATURKAN KEHARIBAAN BAGINDA MUHAMMAD SAW. BESERTA AL DAN SAHABAT BELIAU SEKALIAN , YANG MANA TELAH MEMBAWA KITA DARI ALAM KEBODOHAN KE ALAM  YANG PENUH ILMU PENGETAHUAN SEPERTI YANG  KITA RASAKAN SEKARANG INI.
            
  BERIBU- BIRU UCAPAN TERIMAH KASIH PENULIS  UCAPAKAN GURU PEMBIMBING YANG TELAH MEMBIMBING PENULIS, DAN TEMAN – TEMAN YANG TELAH MEMBANTU PENULIS DALAM MENYELESAIKAN TUGAS MAKALAH INI

PENULIS BERHARAP SEMOGA MAKALAH INI DAPAT MENAMBAH WAWASAN PEMBACA.          KRITIK DAN SARAN SANGAT PENULIS BERHARAP AGAR DAPAT MEMBUAT MAKALAH INI LEBIH BAIK.

AKHIR KATA PENULISA UCAPKAN TERIMAH KASIH ,DAN PERMINTAAN MAAF YANG SEBESAR- BESARNYA JIKA ADA KESALAHAN DALAM PENULISA MAKALAH INI.

















Lhokseumawe, desember  2015



                                                                                                                                                        Penulis



Daftar isi






 KATA PENGATAR…………………………………………………………………………………………………………………………… i
       DAFTAR ISI…………………………………………………………………………………………………………………………………….. ii
BAB I  PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG………………………………………………………………………1
1.2    Tujuan Penulisan……………………………………………………………………………..1
1.3    TUJUAN UMUM………………………………………………………………………………………………………………………………2

BAB II PEMBAHASAN
2.4.  PENGERTIAN SAINS MODERN………………………………………………………………..2
2.5   LANDASAN-LANDASAN FILOSOFIS SAINS MODERN……………………………………...3
2.6    KELEMAHAN SAINS MODERN………………………………………………………………...3
2,7   SAINS MODERN DAN KRISIS GLOBAL……………………………………………………...4               

BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN………………………………………………………………………………………………………………………I
3.2  SARAN……………………………………………………………………………………………………………………………….I









BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Filsafat Merupakan satu ilmu yang mencakup seluruh lapangan ilmu pengetahuan, baik yang teoritis maupun yang praktis. bukti ini dapat disajikan dalam temuan - temuan yang dihasikan oleh filosof - filosof islam sendiri, seperti al-Kindi yang ahli dalam ilmu pasti dan ilmu falak, ibnu Sina yang tersohor dalam ilmu kedokteran dengan menyusun kitab al-Qonun yang sampai detik hari ini menjadi rujukan dibelahan barat maupun timur. Ibnu rusyd ulama dalam bidang hukum, imu hisab (arithmatic), kedokteran dan ahli filsafat.
Sejarah perkembangan sains menunjukkan bahwa sains berasal dari penggabungan dua tradisi tua, yaitu tradisi pemikiran filsafat yang dimulai oleh bangsa Yunani kuno serta tradisi keahlian atau ketrampilan tangan yang berkembang di awal peradaban manusia yang telah ada jauh sebelum tradisi pertama lahir. Filsafat memberikan sumbangan berbagai konsep dan ide terhadap sains sedangkan keahlian tangan memberinya berbagai alat untuk pengamatan alam. Selanjutnya, sains modern bisa dikatakan lahir dari perumusan metode ilmiah yang disumbangkan Rene Descartes yang menyodorkan logika rasional dan deduksi serta oleh Francis Bacon yang menekankan pentingnya eksperimen dan observasi.
Setiap filosof adalah ilmuan, karena filsafat berdiri atas dasar ilmu pasti dan ilmu alam. akan tetapi, tidak setiap ilmuan adalah filosof. pada saat kejayaan islam mencapai puncaknya, ketika itu antara filsafat, agama dan sains berbaur menjadi satu, sehingga saling mempengaruhi. oleh karenanya terputusnya hubungan antara filsafat dan sains bagaikan kepala tanpa badan dan tubuh tanpa roh.
Begitu dekat hubungan antara sains dan filsafat, sehingga beberapa macam pengetahuan ilmiah tertentu, khususnya cabang-cabang yang lebih umum, seperti matematika, fisika, kimia, biologi, dan psikologi, sangat diperlukan oleh mahasiswa filsafat. 
Tujuan Penulisan
     Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:  
Tujuan Umum
   sangat diperlukan oleh mahasiswa seperti matematika, fisika, kimia, biologi,       psikologi, dan filsafat. 








BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN SAINS MODERN

Sains dalam perspektif modern. Kata sains adalah adaptasi dari kata Inggris, science, yang sering juga secara kurang tepat diartikan sebagi ilmu pengetahuan. Secara etimologis, kata "science" berasal dari kata Latin "scire" yang arti harfiahnya mengetahui--dan derifatnya pengetahauan. Tetapi secara istilahi/terminologis, kata ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan dan harus disadari oleh setiap pelajar sains. Sampai abad pertengahan sains dipahami sebagai "any organized knowledge," artinya ilmu apapun yang terorganaisir, sehingga pada masa itu, theology disebut juga sains' sehingga muncullah istilah theological science, mathematical science bahkam metaphysical science, disamping tentu saja physical science.

Tetapi pada penghujung abad sembilan belas dan awal abad kedua puluh, sains mengalami perubahan, sesuai dengan perubahan pada ranah filosofis, yang dramatisa, di mana sains kemudian--atas pengaruh Positivisme--hanya difokuskan pada objek-objek empiris (inderawi dan fisik) saja, sehingga pengertian sains kemudian berubah menjadi "pengetahuan yang sistematik tentang dunia fisik" (a systematic knowledge of the physical world), dengan konsekuensi mengeluarkan segala jenis pengetahuan yang tidak empiris, seperti teologi, metafisik, eskatologi dan bahkan matematik. Semua bidang yang non-empiris dikategorikan sebagi tidak ilmiah, atau quasi dan psudo-ilmiah.

Secara sederhana sains dapat berarti sebagai tubuh pengetahuan (body of knowledge) yang muncul dari pengelompokkan secara sistematis dari berbagai penemuan ilmiah sejak jaman dahulu, atau biasa disebut sains sebagai produk. Produk yang dimaksud adalah fakta-fakta, prinsip-prinsip, model-model, hukum-hukum alam, dan berbagai teori yang membentuk semesta pengetahuan ilmiah yang biasa diibaratkan sebagai bangunan dimana berbagai hasil kegiatan sains tersusun dari berbagai penemuan sebelumnya. Sains juga bisa berarti suatu metode khusus untuk memecahkan masalah, atau biasa disebut sains sebagai proses. Metode ilmiah merupakan hal yang sangat menentukan, sains sebagai proses ini sudah terbukti ampuh memecahkan masalah ilmiah yang juga membuat sains terus berkembang dan merevisi berbagai pengetahuan yang sudah ada.
                                  
Selain itu sains juga bisa berarti suatu penemuan baru atau hal baru yang dapat digunakan setelah kita menyelesaikan permasalahan teknisnya, yang tidak lain biasa disebut sebagai teknologi. Teknologi merupakan suatu sifat nyata dari aplikasi sains, suatu konsekwensi logis dari sains yang mempunyai kekuatan untuk melakukan sesuatu. Sehingga biasanya salah satu definisi populer tentang sains termasuk juga teknologi di dalamnya. Aspek-aspek lain dari sains dari kemungkinan lainnya pada jawaban pertanyaan di atas adalah: dampak sains melalui teknologi terhadap masyarakat, sifat sains yang terus berkembang, tujuan akhir dari sains, karakteristik seorang ilmuwan dan lainnya.




Sesungguhnya, sains itu sendiri sudah ada sejak awal sejarah manusia ada, demikian juga sejak manusia lahir. Tetapi dalam prosesnya, manusia tidak langsung cepat membaca, memahamai dan menguasainya. Salah satu penyebab utama, mengapa terjadi kelambanan dan keterlambatan penguasaan sains, adalah faktor manusia nya sendiri. Yang di dalam benaknya sudah dipenuhi dengan beragam doktrin, persepsi, keyakinan. mitos yang berlangsung antar generasi terhadap suatu dan kejadian di diri kita dan sekitar kita.

Sebagai gambaran, saat ini kita berkeyakinan dan membuktikan secara sains , bahwa bumi mengelilingi matahari. Namun dulu pernah berabad-abad, manusia berkeyakinan bahwa bumi ini diam dan mataharilah yang mengelilingi bumi. Dan masih banyak lagi keyakinan lama dan mitos-mitos yang berubah karena sains. Mitos dan keyakinan salah di sekitar kita harus diubah persepsinya, bahwa segala kejadian ini sudah sangat teratur melalui hukum-hukum yang pasti yang bisa rasakan, amati, buktikan dan kembangkan. Sains terdiri dari 3 aspek:

1.      Sains adalah alat untuk menguasai alam dan memberikan sumbangan kepada kesejahteraan manusia.
2.      Sains sebagai suatu pengetahuan yang sistematis dan tangguh , merupakan hasil dari berbagai peristiwa.
3.      Sains sebagai metode untuk mendapatkan aturan, hukum-hukum atau teori-teori dari obyek yang diamati












B. LANDASAN-LANDASAN FILOSOFIS SAINS MODERN

Untuk memahami bagaimana sains modern berkeja, anda perlu kenal pikiran-pikiran Charles Sanders Peirce (1839-1914). Dia adalah pemikir yang dengan brilian memberi landasan-landasan filosofis pada sains modern. Darinya kita paham bahwa metode saintifik empiris dalam dunia sains modern masa kini.  Peirce menerima ide-ide rasionalisme Cartesian, tapi juga mengintegrasikannya dalam suatu keseluruhan yang melampaui rasionalisme. Menurut Peirce, konsep-konsep rasional dapat bermakna dan bisa mengabstraksi kesimpulan-kesimpulan empiris. Hal ini sudah jelas, sebab sains yang tidak rasional tentu bukanlah sains.
Peirce menyatukan penalaran induktif dan penalaran deduktif sebagai dua jenis reasoning yang saling melengkapi, bukan saling menyingkirkan. Tapi Peirce dengan kreatif menambah satu jenis reasoning lagi yang dinamakannya penalaran abduktif (“abduction reasoning”).  Penalaran abduktif: Jika ada banyak teori tentang suatu pengetahuan, teori yang paling superior adalah teori yang sangat mungkin lebih benar jika dibandingkan teori-teori lainnya yang inferior. Penalaran abduktif dipakai untuk tiba pada teori-teori yang lebih benar dibandingkan teori-teori lainnya. Ini berkaitan dengan kaidah Occam’s Razor yang akan dibeberkan nanti.
Tiga penalaran yang diajukan Peirce (induksi, deduksi, dan abduksi) kini menjadi fondasi konseptual utama dalam metode-metode saintifik modern yang bernalar. Terhadap pertanyaan objek-objek apa saja yang menjadi fokus sains modern, Peirce menjawab demikian: objek-objek sains adalah hal-hal yang REAL, yang propertinya tidak bergantung pada persepsi manusia atas hal-hal ini. Hal-hal real ini ada secara objektif, terlepas dari persepsi si pengamat. Kata Peirce, setiap orang yang punya pengalaman yang cukup tentang hal-hal yang real akan sepakat mengenai kebenaran hal-hal yang real itu. Yang disebut REAL oleh Peirce dalam dunia sains sekarang disebut sebagai hal-hal yang empiris, yakni segala hal yang dapat ditangkap lima indra kita atau dengan bantuan instrumen-instrumen teknologis.
Hal yang sangat penting, kata Peirce, adalah bahwa semua kesimpulan sains selalu tentatif (sementara, tidak final, tidak absolut, dapat berubah sewaktu-waktu). Kata Peirce, rasionalitas metode sains tidak bergantung pada kepastian kesimpulan-kesimpulannya tapi pada wataknya yang selalu “self-corrective”, selalu mampu memperbaiki diri sendiri. Kekuatan sains terletak di situ, selalu mampu memperbaiki diri dan selalu tahu kapan harus memperbaiki diri. Kapan? Kata Peirce, sains akan memperbaiki diri jika bukti-bukti yang real sudah tak sejalan lagi dengan pandangan-pandangan saintifik sebelumnya
Menyangkut metode-metode sains, Peirce menegaskan bahwa dengan terus-menerus dipakai, setiap metode saintifik akan membuat sains dapat mendeteksi dan mengoreksi kesalahan-kesalahannya sendiri. Tak usah diperintah siapapun. Peirce, dengan demikian, menegaskan bahwa semua pandangan saintifik bisa salah, fallible. Inilah yang dikenal sebagai fallibilisme Peirce. Peirce lebih jauh menyatakan bahwa lewat ujicoba terus-menerus, metode-metode saintifik akhirnya akan bermuara pada kebenaran yang makin integratif dan makin unifying.
Jangan anda meremehkan sains karena wataknya yang bisa salah. Kendatipun semua pandangan sains bisa salah, ternyata sains efektif bekerja: anda setiap hari memakai berbagai teknologi produk sains, dan karena sains yang bisa salah ini kita sekarang sudah bisa menerbangkan wantariksa-wantariksa tanpa awak ke berbagai planet dalam tata surya kita. Sains itu real, dan menghasilkan hal-hal yang objektif. Kalau anda kekeh menyepelekan sains (mungkin karena kesalehan keagamaan anda), baiklah saya ajak anda untuk tidak munafik: tinggalkanlah semua produk sains, jangan memakainya sama sekali, lalu kita lihat apakah anda masih akan bisa hidup dalam zaman sekarang ini.
Penangkapan oleh lima indra manusia (atau dibantu berbagai instrumen) atas hal-hal yang real, kata Peirce, berhubungan dengan konsepsi rasional atas hal-hal real itu. Penangkapan realitas oleh lima indra kita yang dibantu oleh berbagai instrumen teknologis akan selalu sejalan dengan penjelasan-penjelasan rasional tentang realitas ini. Bahwa berbagai instrumen harus dipakai untuk membantu lima indra juga ditekankan oleh John Dewey (1859-1952), Bapak pragmatisme. Selain itu, kata Dewey, ide-ide baru akan dihasilkan oleh pemakaian instrumen-instrumen, lalu ide-ide baru ini juga akan berfungsi sebagai instrumen bagi eksperimen-eksperimen lain
. Gagasan Dewey ini dinamakan instrumentalisme Verifikasi, bagi Dewey dan para filsuf pragmatisme, haruslah dilakukan bagi setiap pernyataan saintifik yang belum dibuktikan. Inilah yang dinamakan verifikasionisme. Dalam empirisisme logis, prinsip verifikasi diberlakukan: setiap proposisi yang sepenuhnya tidak logis, atau yang tidak dapat diverifikasi, adalah proposisi yang kosong makna.  Masih dari John Dewey: empirisisme ilmu pengetahuan akan terus berguna tanpa perlu melibatkan hal-hal yang tidak empiris atau yang supernatural.
 Masih menurut John Dewey, penjelasan-penjelasan supernatural tidak memberi nilai tambah apapun bagi pemahaman saintifik atas hal-hal yang real. Nah, sekarang apa itu Occam’s Razor yang sudah dimunculkan di atas. Occam’s Razor adalah tiga kaidah elementer dalam dunia sains. Pertama, jangan membuat rumit hal-hal yang sebenarnya tidak rumit. Kedua, teori yang paling mungkin benar adalah teori yang paling ringkas dan paling sederhana dari antara teori-teori yang ada yang lebih berbelit. Kaidah ketiga: Jika anda mau menjelaskan apapun, mulailah selalu dengan memakai hal-hal yang secara empiris sudah diketahui, jangan membuat lompatan iman.
Itulah keseluruhan isi terminologi Occam’s Razor yang melahirkan penalaran abduktif yang diajukan Peirce, seperti sudah disebut di atas. Jika anda memakai penalaran abduktif, anda akan memilih kesimpulan yang paling sederhana dan paling ekonomis, dan melepaskan kesimpulan yang rumit dan tidak ekonomis. Kesederhanaan konsep-konsep dalam dunia sains ditekankan oleh Jacob Bronowski ketika dia menulis bahwa “Einstein adalah seorang yang dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang luar biasa sederhana. Dan apa yang diperlihatkan oleh karya-karyanya adalah bahwa ketika jawaban-jawabannya juga sederhana, maka anda dapat mendengar Allah yang sedang berpikir.”

C. KELEMAHAN SAINS MODERN

Tidak dapat di pungkiri bahwa salah satu prestasi manusia di abad ini adalah kemampuannya mengembangkan ilmu dan teknologi.dengan ilmu dan teknologi inilah manusia telah berhasil memberikan aneka kemudahan bagi manusia dalam melayani dan memenuhi kebutuhannya. Kemajuan manusia terhadap sains bukan hanya mempersempit terhadap ruang namun juga waktu, ruang dunia yang sebelumnya membentang luas kini berhasil di lipat beberapa kali , sehingga semakin sempit. Dan keberhasilan sains dalam melipat dunia telah mempengaruhi waktu yang di butuhkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya . hal tersebut bisa kita ketahui dengan di temukannya alat transportasi dan telekomunikasi yang canggih, jarak perjalanan yang membutuhkan waktu berbulan –bulan kini bisa di tempuh hanya dengan satu hari atau kurang darinya, dan berita yang awalnya membutuhkan waktu berhari-hari bahkan berbulan –bulan untuk di sebarkan ke seluruh dunia tapi sekarang sudah menjadi hal yang biasa di lakukan dalam hitungan menit bahkan detik.
Kemajun sains telah berhasil menciptakan revolusi dalam berbagai bidang dengan tingkat kemajuan dan kecepatan yang mencengangkan . begitu dahsyat otak manusia yang berhasil mengubah gurun pasir dan belantara menjadi komplek perumahan dan gedung-gedung pencakar langit. Dan salah satu dampak positif  adanya sains yaitu berubahnya alat tulis yang awalnya daun lontar dan tulang menjadi komputer atau telepon selluler.
Namun di samping berbagai kemudahan dan dampak positif dari sains modern,ia juga membawa dampak negative yang bersemayam dalam apa yang kita kenal dengan sains modern. Salah satu di antaranya adalah sebagai berikut:
1.      Sains modern reduksionis
      Pendekatan analisis sains sangatlah reduksionis sehingga membawa pada gambaran realitas yang salah, pendekatan analisis seperti ini tidak berfungsi dengan baik untuk menganalisis obyek-obyek yang hidup.karena inilah, maka sains sangat terbatas dan dalam banyak hal tidak dapat membantu kita dalam memahami alam. Akibatnya banyak  persoalan manusia yang kompleks luput dari analisis sains, dan penerapan tersebut dalam memahami alam juga di terapkan dalam memahami manusia yang mengatakan bahwa manusia itu tidak lebih dari benda mati , tanpa dinamika yang komplek tidak hanya sebagai makhluk hidup, melainkan juga makhluk yang berakal dan berperasaan. Bahkan lebih penting dari semua itu manusia adalah manusia yang beragama dan bertuhan. dalam hal ini sains mempunyai cacat yang serius karena sifatnya yang terbatas sehingga banyak persoalan manusia yang luput dari analisis sains.

Dengan landasan filosofis yang reduksionistik, sains mereduksi pengetahuan pada kategori-kategori mekanistik dan prinsip anomistik. Kedua hal ini telah di gugat oleh banyak ahli dari barat maupun timur. Karena, landasan seperi ini tidak mampu menggambarkan kompleksitas alam yang akan di pahami manusia. Apalagi untuk memahami kompleksitas manusia itu sendiri dan sang penciptanya. Pemahaman reduksionis terhadap alam dan manusia dapat membuat kita hanya memahami sebagian kecil dari alam dan manusia. kondisi ini sangat berbahaya bagi langkah-langkah yang harus di lakukan manusia untuk mengelola alam dengan segenap sumber dayanya dan juga manusia dengan berbagai persoalan dan potensi yang di milikinya.

Menurut beberapa filosof  barat berpengaruh, manusia adalah mesin yang di kendalikan semata–mata oleh kepentingan finansial. Agama, moral, filsafat,sains, sastra, dan seluruh kesenian di tegakkan atas landasan cara produksi, pembagian dan distribusi kekayaan. Semua ini adalah manifestasi dari aspek ekonomi kehidupan manusia.

2.      Sifat utilitarian  sains  modern.
      Sifat utilitarian inilah yang melahirkan anggapan bahwa pemahaman alam berjalan bersamaan dengan kontrol teknis atasnya. Ini tergambar dengan jelas dengan sifat sains modern yang pragmatis, yakni anggapan bahwa sains itu benar bila dapat berguna untuk menciptakan aneka tegologi. Fenomena ini sangat kentara dalam kehidupan individu , masyarakat, dan pemerintahan negara. Dan hal tersebut bisa di lihat dari pemikiran barat yang mulai menghinggapi dunia, dan mengesampinkan berbagai cara pengetahuan alternatif  lainnya.

3.        Klaim obyektivitas sains.
            Paham bahwa sains obyektif merupakan titik lain dari kelemahan sains modern. Obyektivitas yang di maksud adalah empiri-sensual. Menurut paham ini, ilmu pengetahuan hanya obyektif  antara lain, jika merujuk pada realitas yang sama sekali terpisah dari kita, manusia. Jadi obyektif dalam makna ini hanya sesuai dengan fakta telanjang belaka dan inderawi. Manusia akhirnya menciptakan dunia sebagaimana di pahami dari hasil serapan panca indra. Hasil serapan panca indera inilah yang di percayai sebagai sains yang obyektif. Padahal realitas tidak selamanya menampakkan dirinya melalui serapan panca indera manusia, sehingga hanya bersifat empiri-sensual. Melainkan juga empiri etik dan empiri trancendental. Jikapun realitas tersebut dapat di tangkap oleh manusia,satu hal yang harus di sadari bahwa kemampuan indera manusia sangat terbatas.sebagai contoh , tongkat lurus yang di celupkan dalam air akan tampak bengkok oleh panca indera ( mata) manusia. Bukti lainnya adalah , jika kita mengendarai sebuah bus yang sedang melaju dengan kecepatan tertentu , maka kita akan melihat pohon-pohon dan tiang listrik yang berada di luar bus berlari kencang sesuai dengan kecepatan laju bus. Pertanyaannya adalah apakah betul phon –pohon dan tiang listrik bisa berlari dalam kenyataannya? Tentu saja jawabannya tidak akan pernh bisa.sains tidak mengungkapkan kebenaran , karena ia hanya bisa melihat apa yang bisa di lihat oleh alatnya . karl R. Popper menunjukkan bahwa unsur- unsur kunci dalam metode keilmuan seperti itu sebenarnya di dasarkan atas suatu kekeliruan logis. Tidak menjadi masalah berapa banyak eksperimen dan pengamatan yang menegaskan kebenaran suatu prposisi tertentu. Karena semua itu tidak akan dapat menjamin dan membuktikan bahwa proposisi yang akan datang tidak akan membatalkan yang terdahulu. Sehingga popper menawarkan bahwa tenaga pendorong sains bukan lagi kOfirmasi ,melainkan penyangkalan atau falsifikasi.

 





4.      Tidak mampu menjawab persoalan-persoalan non-saintifik.
            Kemampuan sainsuntuk menjawab berbgai pertanyaan unultimate di pertanyakan . sains mengalami kesulitan besar , bahkan kegagalan untuk menjawab pertanyaan tetang makna dan tujuan hidup, keabadian jiwa, dan kehendak bebas. Pertanyaan seperti ini , di pandang berada di luar wilayah kerja sains, dan menjadi ranah agama. Memang agama menyajikan penjelasan tentang makna dri sesuatu , sehingga memberi jawaban untuk memahami problem eksistensial ( existentially intelligible). Sedangkan sains memberikan penjelasan tentang hukum kausalitas bagi segala sesuatu, sehingga alam dapat di pahami secara teknologis dan prediktif.

            Oleh karena itu ada persoalan yang memang relevan dengan sains, sehingga membutuhkan jawaban saintifik. Namun ada juga persoalan yang tidak relevan dengan sains , sehingga membutuhkan jawaban di luar sains. Persoalan tentang dari mana asal usul alam? Kenapa hukum alam perlu? Kenapa manusia dapat memahai alam? Siapa yang membuat manusia paham? Dalam konteks inila roger trigg mengatakan : science ti explain everything, we need a reasson for trusting science, alasan tersebut adalah sesuatu yang berada di luar sains, ia dapat berupa rumen filosof , dapat juga berwujud alasan teologis. Dan sains modern justru mengingkari sesuatu di luar sains sebagai ilmiyah, sehingga meniadakan peran spiritual-transidental dan bentuk penjelasan lain di luar sains. Hal inilah yang dapat membuat sains gagal dalam menjelaskan sesuatu yang tidak bersifat empiri-sensual sebagai level kebenaran ilmiyah yang dapat di buktikan secara inderawi. Selain itu juga di pandang tidak ilmiyah.

5.      Kekeliruan paradigmatik.
            Paradigma merupakan hal mendasar dan penting dalam dunia sains . karena sebuah paradigma bukan hanya hasil dari sebuah penelitian yang memberi petunjuk bagi aktivitas ilmuan berikutnya. Ia juaga merupakan suatu tradisi riset , sebuah jalan pikiran yang menbawa segenap perangkatnya seperti asumsi, nilai, konsep, model, dan orientasi untuk membimbing ilmuan dalam memahami gejala kealaman , peristiwa kemanusiaan atau keorangan. Ia merupakan kacamata untuk melihat masalah dan menenggukkan tekhik atau pendekatan tertentu yang tepat dan solutif.

             










Pembentukan paradigma merupakan hal mendasar bagi sains sebagai proses sosial. Tanpa komitmen dari setiap ilmuan untuk  jujur dan setia kepada kebenaran tak akan terjalin integralitas dan komphrehensifitas pemahaman terhadap realitas yang sebenarnya. Apalagi ilmuan yang berhasrat untuk mendukung dan membela misi tertentu di luar ranah ilmu. Akibatnya ilmuan tersebut akan menggunakan paradigma yang di yakininya, dan fakta yang ia terima hanyalah fakta yang dapat masuk dalam kerangka pemikiran dan paradigmanya. Dalam hal inilah kita ingin menegaskan bahwa paradigma ilmu yang dominan di gunakan oleh kaum saintis modern adalah paradigm positivm, materialsm, dan pragmatisme. Karena inilah maka sains modern menerima cacat epistimologis paradigmatik. Sains modern akhirnya hanya merupakan akumulasi dari setengah kebenaran . atas dasar setengah kebenaran inilah , sains dan kaum saintik mencoba untuk mengontrol dunia. Hasilnya adalah membawa dunia menuju pintu gerbang kehancuran . dalam bahasa lebih fulgar morris berman mengatakan “ pandangan dunia sains ini integral dengan modernitas, budaya massa, dan bencana kemanusiaan yang kita derita sekarang.






6.      Keyakinan berlebihan terhadap keampuhan sains.
            Keyakinan berlebihan terhadap keampuhan sains telah menggiring manusia untuk hanya memperhitungkan penyebab material dari segala sesuatu. Karena hanya yang material yang dapat di ukur , di hitung, di identifikasi, dan di amati. Salam kondisi seperti ini , tidak ada tempat bagi sebab-sebab immaterial. Dengan beitu, tuhan di anggap tidak penting bahkan di pertanyakan keberadaannya. Perhatian ang hanya memfokuskan diri pada penyebab material, akan membuat sains hanya meneliti tentang fenomena alam. Dengan begitu mengabaikan segenap peristiwa yang berada di luar fenomena alam fisik.pilihan objek kajian akan mempengaruhi bahkan menentukan pilihan instrumen dan metode untuk mempelajari atau meneliti alam . ironisnya, instrumen dan metode yang di gunakan kaum saintis dalam memahami atau meneliti fenomena alam fisika, di paksa untuk di gunakan juga dalam rangka memahami alam metafisika, akiatnya, metode sains di gunakan untuk memahami agama, jika agama berbeda atau bertentangan dengan sains, maka agama yang di tolak dan sains yang di terima, karena agama tidak sama dengan metode sains.











D. SAINS MODERN DAN KRISIS GLOBAL
Makin banyak saja orang yang yakin bahwa apa yang di sebut sebagai peradaban modern, yang di dalamnya kita hidup sekarang ini, sedang berada dalam krisis. Padahal, berbicara tentang peradaban modern adalah berbicara tentang sains modern dan penerapannya, demikian kata seorang penulis sejarah sains barat. Memang, kedengarannya agak berlebihan, tapi dalam kenyataannya sains modern bisa menerangkan berbagai persoalan dunia, tepatnya krisis global masa kini. Tentang alienasi individual, rusaknya lingkungan manusia, dan sebagainya. Masalah-masalah inilah bersama masalah-masalah lain yang saling memengaruhi dan terakumulasi dalam apa yang sekarang sering di sebut krisis global. Dan jika disebut peradaban modern, itu artinya bagian terbesar dari negara-negara di dunia, karena hampir seluruh negara kecil atau besar dengan sadar atau terpaksa sedang atau telah berjalan ke arahnya. Dengarlah Gregory Bateson: ”Sudah jelas bagi banyak orang bahwa banyak bahaya mengerikan telah tumbuh dari kekeliruan-kekeliruan epistemologi barat. Mulai insektisida sampai polusi, malapetaka atomik, ataupun kemungkinan mencairnya topi es antariksa. Di atas segalanya, dorongan fantastik kita untuk menyelamatkan kehidupan-kehidupan perorangan telah menciptakan kemungkinan bahaya kelaparan dunia di masa mendatang.”
Kalau krisis-krisis ini di daftar secara lebih terinci, maka akan di dapatkan daftar yang amat panjang. Contoh pertama dan mungkin yang terbesar adalah krisis lingkungan. Ekosistem alam kini berada dalam keadaan yang amat labil, karena terlalu banyaknya campur tangan manusia di dalamnya, baik di rencanakan ataupun tidak. Efek rumah kaca akibat makin banyaknya gas karbondioksida hasil pembakaran bahan bakar fosil tidak hanya mengancam sebagian dunia, tapi seluruh dunia. Ancaman lain adalah menipisnya lapisan ozon atmosfer karena gas-gas yang dilepaskan pada penggunaan penyegar, misalnya deodoran dan aerosol. Meskipun jumlahnya kecil, hanya seperjuta bagian, ozon sangat penting untuk melindungi kehidupan dari serangan ultraviolet sinar matahari. Berkurangnya ozon bisa mengakibatkan bencana bagi kesehatan manusia maupun makhluk lainnya. Ada perkiraan yang menyebutkan bahwa pengurangan ozon akan mencapai tiga persen pada tahun 2000, dan lebih dari sepuluh persen pada tahun 2050. Pada tahun 1986 telah di temukan lubang ozon di atmosfer di atas Antartika yang ternyata meluasnya lebih cepat dari dugaan semula. Lalu, atmosfer di Eropa saat ini mendapat tambahan sulfur satu gram lebih tisp satu meter persegi sebagai polusi udara. Ini bisa mengakibatkan hujan asam yang merusakkan hutan-hutan di perairan. Tanah-tanah prouktif berubah menjadi gurun. Tiga dasawarsa mendatang berarti gurun telah bertambah seluas Saudi Arabia.
Bencana lain yang juga cukup terkenal adalah penyakit Minamata di Jepang. Meski limbah methylmercuri (MeHg) hanya berasal dari sari pabrik Chisso, akibat yang di timbulkan sudah mengerikan. MeHg yang masuk ke tubuh manusia akan menumpuk di otak, terutama pada bagian pengatur keseimbangan dan penglihatan. Ternyata, Teluk Jakarta pun telah mengalami pencemaran serupa. Beberapa helai rambut anak kampung Luar Batang, Jakarta, yang di periksa di laboratorium di Jepang, di nyatakan positif mengandung MeHg.
Contoh-contoh di atas belum seberapa jika di bandingkan dengan kemungkinan terjadinya perang nuklir. Jumlah senjata nuklir yang ada saat ini cukup untuk menghancurkan umat manusia beberapa kali. Lebih dari empat puluh ribu hulu ledak bom nuklir, yang ada di dunia kini, masing-masing berkekuatan ribuan kali bom yang pernah jatuh di Hiroshima dan Nagasaki. Sementara bayangan kita belum lepas dari apa yang pernah terjadi di Hiroshima dan Nagasaki, 170.000 manusia tewas dan sekitar 100 ribu lagi terluka berat dan ringan.

    Sains juga menciptakan teknologi yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Tapi di sadari atau tidak, teknologi menciptakan sesuatu yang tidak di prediksi sebelumnya. Contohnya, televisi adalah bentuk dari kerangkeng teknologi informasi karena ketika informasi masuk dalam kotak yang bernama televise ini, maka pada waktu itu teknologi informasi menjadi budak bagi kepentingan kotak tersebut.

Jika teknologi dijadikan tujuan dan cita-cita, maka pada gilirannya peradaban teknologi akhirnya berubah menjadi kekuasaan yang membelenggu manusia sendiri. Nicolas Berdyev dalam bukunya The Destiny of Man berucap:
“Kemajuan tekhnik tidak saja membuktikan kekuatan serta daya manusia untuk menguasai alam, kemudian tekhnik itu tidak saja membebaskan manusia, tetapi juga memperlemah serta memperbudaknya, kemajuan itu memekanisasikan manusia dan menimbulkan gambaran serta persamaan manusia dengan mesin.”
Jelas bahwa di stu sisi tekhnologi menjadi penjara bagi manusia, namun di sisi lain teknologi itu pun di penjara oleh kepentingan manusia.
Dan Belakangan ini banyak kritik terhadap sains modern dari berbagai kalangan. Soalnya, teknologi sebagai penerapan sains untuk kepentingan manusia punya dampak yang cukup menakutkan. Keempat dampak itu adalah dampak militer, dampak ekologis, dampak sosiologis dan dampak psikologis.
Dampak pertama adalah potensi destruktif yang ditemukan sains ternyata serta merta dimanfaatkan langsung sebagai senjata pemusnah massal oleh kekuatan-kekuatan militer dunia. Sejarah tak dapat memungkiri bahwa ilmuwan berperan cukup besar dalam pengembangan senjata-senjata pemusnah massal tersebut.
Dampak kedua adalah dampak tak langsung yang berupa pencemaran dan perusakan lingkungan hidup manusia oleh industri sebagai penerapan teknologi untuk kepentingan ekonomi. Dampak kedua ini adalah dampak tak langsung, karena industrialisasi adalah positif sedangkan krisis lingkungan yang ditimbulkannya bersifat negatif.
Dampak ketiga adalah keretakan sosial, keterbelahan personal dan keterasingan mental yang dibawa oleh pola hidup urbanisasi yang mengikuti industrialisasi ekonomi. Dampak ketiga ini adalah dampak tak langsung kedua sains dan teknologi, karena urbanisasi adalah dampak tak langsung dari industrialisasi. Dampak keempat, yang paling parah, adalah penyalahgunaan obat-obatan hasil industri kimia untuk menanggulangi dampak negatif dari urbanisasi.
Keempat buah dampak negatif penerapan sains dan teknologi itu tidaklah merisaukan kebanyakan ilmuwan karena mereka menganggap hal itu bukanlah urusan mereka. Soalnya dalam pandangan mereka, tugas mereka hanyalah mencari kebenaran ilmiah tentang alam.
Oleh karena itu sains di anggap sebagai ilmu yang netral yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi. Sementara itu para teknolog juga melempar tanggung jawab dengan mengatakan teknologi itu bagaikan pisau adalah sesuatu yang netral yang bisa dimanfaatkan secara positif atau negatif tergantung pemakainya.
Akan tetapi melihat gelombang dampak negatif yang kumulatif sains modern itu, pada paruh kedua abad yang baru silam ini, timbul sejumlah kritik terhadap sains yang bukan merujuk pada dampak-dampak negatif yang sekunder itu, tapi langsung ke jantung filosofis sains yang selama ini dianggap tidak bermasalah. Kritik itu datang dari kalangan teolog, filosof serta ideolog-ideolog ekosofi, neomarxis, feminis dan etnoreligius. Pada dasarnya, kritikus-kritikus anti-sains itu menunjukkan ketimpangan pikir yang mendasari metodologi sains yang berujung pada mudahnya sains dimanfaatkan secara negatif tanpa rasa bersalah sedikitpun dari kalangan sains. Suatu kondisi yang menyedihkan dan memprihatinkan.
Kaum teolog misalnya dengan cepat mengatakan bahwa sains itu berdasarkan materialisme ateistik sehingga tidak mengherankan jika penerapannya mempunyai kecenderungan amoral. Sementara kaum filosof seperti kaum fenomenolog eksistensialis dengan terus terang menunjukkan bahwa sains pada dasarnya sebuah pemiskinan intelektual dari pengalaman langsung manusiawi akan realitas seutuhnya, sehingga tak mengherankan jika dampak negatif merajalela begitu sains dimanfaatkan untuk kepentingan masyarakat.
Kritik-kritik teologis dan filosofis itu biasanya tak terdengar di kalangan sains karena mereka menulis dan berbicara dalam jurnal-jurnal dan seminar-seminar akademik yang terpisah dari dunia akademik sains dan teknologi.
Namun kaum ideolog menggunakan media massa untuk melontarkan kritik-kritik radikal mereka. Pada umumnya kaum ideolog menunjukkan keberpihakan sains sebagai institusi kebudayaan pada sekelompok manusia sehingga dengan demikian terbukalah kedok kepalsuan netralisme sains modern.
Menurut kaum ekosofis sains modern berpihak manusia mengabaikan spesies-spesies makhluk hidup lainnya. Sedangkan kaum feminis melihat bahwa sains modern hanya berorientasi pada sebagian manusia yang berjenis kelamin laki-laki itulah sebabnya intuisi diabaikan dalam sains.
Sementara kaum neomarxis melihat bahwa sain modern tidak berpihak pada manusia seluruhnya tetapi pada kepentingan-kepentingan ekonomi kaum kapitalis global. Oleh karena itu, rasionalitas sains bersifat instrumental paragmatis.
Kaum etnoregius melengkapi pembongkaran itu dengan mengintegrasikan semua kritik itu dengan menunjukkan kepentingan kapitalisme global sebagai kelanjutan dari imperialisme Barat terhadap dunia selain mereka.
Dalam kancah krisis dan kritik sains modern itu, terbongkarlah paradigma sains modern yang tak lain dari filsafat materialisme mekanistik dan bersamaan dengan itu runtuhlah dominasi paradigma materialistik itu.
Misalnya sekarang terjadi perang paradigma yang akan menggantikan paradigma sains yang lama itu dengan paradigma baru. Kedua paradigma baru itu adalah holisme sinergetik dan totalisme sibernetik yang menjadikan ruang mayantara internet sebagi ajang pertempuran yang tersamar.
Dengan demikian sudah waktunyalah bagi ilmuwan islam untuk memberikan paradigma sains religius sebagai paradigma baru bagi sains pasca-modern di milenium baru. Diharapkan dengan begitu Islam dapat sekali lagi menjadi landasan religius melaui paradigma sains yang islami bagi sains yang islami
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Sains dalam perspektif modern. Kata sains adalah adaptasi dari kata Inggris, science, yang sering juga secara kurang tepat diartikan sebagi ilmu pengetahuan. Secara etimologis, kata "science" berasal dari kata Latin "scire" yang arti harfiahnya mengetahui--dan derifatnya pengetahuan. Charles Sanders Peirce (1839-1914) adalah pemikir yang dengan brilian memberi landasan-landasan filosofis pada sains modern. Darinya kita paham bahwa metode saintifik empiris dalam dunia sains modern masa kini.
Sains modern selain memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan yaitu Sains modern reduksionis, Sifat utilitarian  sains  modern, Klaim obyektivitas sains,dan yang lainnya seperti yang telah di jelaskan di atas. Dan pada era global ini, sains dapat menimbulkan krisis seperti halnya menipisnya lapisan ozon di sebabkan oleh zat-zat kimia yang di keluarkan oleh benda-benda yang di ciptakan oleh sains itu sendiri. Selain mengalami krisis, sains juga mendapatkan kritik dari berbagai macam golongan yang memandang sains tidak hanya memberikan manfaat tapi juga menimbulkan bahaya yang tidak bisa di anggap sepele.
B. SARAN
Saran dari kami, kita boleh menggunakan produk-produk yang di hasilkan oleh sains untuk memenuhi kebutuhan kehidupan sehari-hari. Tetapi pada era modern saat ini kita juga harus menjaga kelestarian lingkungan kita, jangan sampai pada zaman yang akan datang, anak cucu kita merasakan kesusahan yang di timbulkan atau di sebabkan oleh kita yang tidak menjaga lingkungan. Jadi marilah kita menciptakan produk-produk yang bisa menjaga kelestarian lingkungan kita, jangan selalu mengandalkan zat-zat kimia yang berbahaya. Dan jika pada makalah ini terdapat kesalahan, kami membutuhkan kritik dan saran untuk hal yang lebih baik pada makalah selanjutnya.

















DAFTAR PUSTAKA







Bakhtiar, amsal, 2012, filsafat ilmu, Jakarta: Rajawali Pers.
Ma, Danial, 2013,  filsafat ilmu, Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.
Ghulsyani, Mahdi, 1986, Filsafat Sains Menurut AL-Qur’an, Bandung: Mizan.















































































2 komentar:

  1. Sains modern mentok di ranah antimateri (kuantum) karena pakai logika biner (logika materi).

    Makanya banyak ilmuwan yang terkena schizophrenia (disorientasi logika) & dimensia (disorientasi waktu) karena berusaha memahami kuantum bukan pakai logika kuantum (0=1/benar=salah) tapi pakai logika biner (0 & 1/benar & salah).

    Ada 5 jenis sains berdasar tingkatan logika :
    1. Sains biner : berdasarkan logika biner 0 & 1 (benar & salah)

    2. Sains kuantum : berdasarkan logika kuantum 0=1 (benar=salah)

    3. Sains super : berdasarkan logika super 0,1,2,3,...(kebenaran & kebaikan yang terus bertambah tapi tanpa rasa)

    4. Sains Imanen : berdasarkan logika imanen ...,3,2,1,0 (rasa yang terus berkurang)

    5. Sains transenden : berdasarkan logika transenden 0,1,2,3,... (Kebenaran, kebaikan & rasa yang terus menerus bertambah)

    http://tgconsulting-sistemamany.blogspot.co.id/2017/10/pondasi-logic-korporat.html?m=1

    BalasHapus