KATA PENGANTAR
PUJI
SYUKUR PENULIS PANJATKAN KEHADIRAN ALLAH
SWT, ATAS LIMPAHAN RAMAT DAN
KARUNIANYA BERUPA KEMUDAHAN DAN KELANCARAN ,
SERTA PETUNJUKNYA YANG DIBERIKAN SEHINGGA PENULIS DAPAT MENYELESAIKAN
TUGAS MAKALAH INI.
SHALAWAT DAN SALAM
PENULISA HATURKAN KEHARIBAAN BAGINDA MUHAMMAD SAW. BESERTA AL DAN SAHABAT
BELIAU SEKALIAN , YANG MANA TELAH MEMBAWA KITA DARI ALAM KEBODOHAN KE ALAM YANG PENUH ILMU PENGETAHUAN SEPERTI YANG KITA RASAKAN SEKARANG INI.
BERIBU-
BIRU UCAPAN TERIMAH KASIH PENULIS
UCAPAKAN GURU PEMBIMBING YANG TELAH MEMBIMBING PENULIS, DAN TEMAN –
TEMAN YANG TELAH MEMBANTU PENULIS DALAM MENYELESAIKAN TUGAS MAKALAH INI
PENULIS BERHARAP SEMOGA MAKALAH INI DAPAT MENAMBAH
WAWASAN PEMBACA. KRITIK DAN
SARAN SANGAT PENULIS BERHARAP AGAR DAPAT MEMBUAT MAKALAH INI LEBIH BAIK.
AKHIR
KATA PENULISA UCAPKAN TERIMAH KASIH ,DAN PERMINTAAN MAAF YANG SEBESAR- BESARNYA
JIKA ADA KESALAHAN DALAM PENULISA MAKALAH INI.
Lhokseumawe,
desember 2015
Penulis
Daftar isi
KATA PENGATAR……………………………………………………………………………………………………………………………
i
DAFTAR
ISI…………………………………………………………………………………………………………………………………….. ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
LATAR
BELAKANG………………………………………………………………………1
1.2
Tujuan Penulisan……………………………………………………………………………..1
1.3 TUJUAN
UMUM………………………………………………………………………………………………………………………………2
BAB II PEMBAHASAN
2.4. PENGERTIAN
SAINS MODERN………………………………………………………………..2
2.5 LANDASAN-LANDASAN FILOSOFIS SAINS MODERN……………………………………...3
2.6 KELEMAHAN SAINS MODERN………………………………………………………………...3
2,7 SAINS MODERN DAN KRISIS GLOBAL……………………………………………………...4
BAB III PENUTUP
3.1 KESIMPULAN………………………………………………………………………………………………………………………I
3.2 SARAN……………………………………………………………………………………………………………………………….I
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Filsafat Merupakan satu ilmu yang mencakup
seluruh lapangan ilmu pengetahuan, baik yang teoritis maupun yang praktis.
bukti ini dapat disajikan dalam temuan - temuan yang dihasikan oleh filosof -
filosof islam sendiri, seperti al-Kindi yang ahli dalam ilmu pasti dan ilmu
falak, ibnu Sina yang tersohor dalam ilmu kedokteran dengan menyusun kitab
al-Qonun yang sampai detik hari ini menjadi rujukan dibelahan barat maupun
timur. Ibnu rusyd ulama dalam bidang hukum, imu hisab (arithmatic), kedokteran
dan ahli filsafat.
Sejarah perkembangan sains
menunjukkan bahwa sains berasal dari penggabungan dua tradisi tua, yaitu
tradisi pemikiran filsafat yang dimulai oleh bangsa Yunani kuno serta tradisi
keahlian atau ketrampilan tangan yang berkembang di awal peradaban manusia yang
telah ada jauh sebelum tradisi pertama lahir. Filsafat memberikan sumbangan
berbagai konsep dan ide terhadap sains sedangkan keahlian tangan memberinya
berbagai alat untuk pengamatan alam. Selanjutnya, sains modern bisa dikatakan
lahir dari perumusan metode ilmiah yang disumbangkan Rene Descartes yang
menyodorkan logika rasional dan deduksi serta oleh Francis Bacon yang
menekankan pentingnya eksperimen dan observasi.
Setiap filosof adalah ilmuan, karena filsafat
berdiri atas dasar ilmu pasti dan ilmu alam. akan tetapi, tidak setiap ilmuan
adalah filosof. pada saat kejayaan islam mencapai puncaknya, ketika itu
antara filsafat, agama dan sains berbaur menjadi satu, sehingga saling
mempengaruhi. oleh karenanya terputusnya hubungan antara filsafat dan sains bagaikan
kepala tanpa badan dan tubuh tanpa roh.
Begitu dekat hubungan antara sains
dan filsafat, sehingga beberapa macam pengetahuan ilmiah tertentu, khususnya
cabang-cabang yang lebih umum, seperti matematika, fisika, kimia, biologi, dan
psikologi, sangat diperlukan oleh mahasiswa filsafat.
Tujuan
Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan
ini adalah:
Tujuan Umum
sangat diperlukan oleh mahasiswa seperti
matematika, fisika, kimia, biologi, psikologi, dan filsafat.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN SAINS MODERN
Sains dalam
perspektif modern. Kata sains adalah adaptasi dari kata Inggris, science, yang
sering juga secara kurang tepat diartikan sebagi ilmu pengetahuan. Secara
etimologis, kata "science" berasal dari kata Latin "scire"
yang arti harfiahnya mengetahui--dan derifatnya pengetahauan. Tetapi secara
istilahi/terminologis, kata ini mengalami perkembangan yang cukup signifikan
dan harus disadari oleh setiap pelajar sains. Sampai abad pertengahan sains
dipahami sebagai "any organized knowledge," artinya ilmu apapun yang
terorganaisir, sehingga pada masa itu, theology disebut juga sains' sehingga
muncullah istilah theological science, mathematical science bahkam metaphysical
science, disamping tentu saja physical science.
Tetapi pada penghujung
abad sembilan belas dan awal abad kedua puluh, sains mengalami perubahan,
sesuai dengan perubahan pada ranah filosofis, yang dramatisa, di mana sains
kemudian--atas pengaruh Positivisme--hanya difokuskan pada objek-objek empiris
(inderawi dan fisik) saja, sehingga pengertian sains kemudian berubah menjadi
"pengetahuan yang sistematik tentang dunia fisik" (a systematic
knowledge of the physical world), dengan konsekuensi mengeluarkan segala jenis
pengetahuan yang tidak empiris, seperti teologi, metafisik, eskatologi dan
bahkan matematik. Semua bidang yang non-empiris dikategorikan sebagi tidak
ilmiah, atau quasi dan psudo-ilmiah.
Secara
sederhana sains dapat berarti sebagai tubuh pengetahuan (body of knowledge)
yang muncul dari pengelompokkan secara sistematis dari berbagai penemuan ilmiah
sejak jaman dahulu, atau biasa disebut sains sebagai produk. Produk yang dimaksud
adalah fakta-fakta, prinsip-prinsip, model-model, hukum-hukum alam, dan
berbagai teori yang membentuk semesta pengetahuan ilmiah yang biasa diibaratkan
sebagai bangunan dimana berbagai hasil kegiatan sains tersusun dari berbagai
penemuan sebelumnya. Sains juga bisa berarti suatu metode khusus untuk
memecahkan masalah, atau biasa disebut sains
sebagai proses. Metode ilmiah merupakan hal yang sangat menentukan,
sains sebagai proses ini sudah terbukti ampuh memecahkan masalah ilmiah yang
juga membuat sains terus berkembang dan merevisi berbagai pengetahuan yang
sudah ada.
Selain itu
sains juga bisa berarti suatu penemuan baru atau hal baru yang dapat digunakan
setelah kita menyelesaikan permasalahan teknisnya, yang tidak lain biasa
disebut sebagai teknologi. Teknologi merupakan suatu sifat nyata dari aplikasi
sains, suatu konsekwensi logis dari sains yang mempunyai kekuatan untuk melakukan
sesuatu. Sehingga biasanya salah satu definisi populer tentang sains termasuk
juga teknologi di dalamnya. Aspek-aspek lain dari sains dari kemungkinan
lainnya pada jawaban pertanyaan di atas adalah: dampak sains melalui teknologi
terhadap masyarakat, sifat sains yang terus berkembang, tujuan akhir dari
sains, karakteristik seorang ilmuwan dan lainnya.
Sesungguhnya, sains itu sendiri sudah ada sejak awal sejarah manusia ada,
demikian juga sejak manusia lahir. Tetapi dalam prosesnya, manusia tidak langsung
cepat membaca, memahamai dan menguasainya. Salah satu penyebab utama, mengapa
terjadi kelambanan dan keterlambatan penguasaan sains, adalah faktor manusia
nya sendiri. Yang di dalam benaknya sudah dipenuhi dengan beragam doktrin,
persepsi, keyakinan. mitos yang berlangsung antar generasi terhadap suatu dan
kejadian di diri kita dan sekitar kita.
Sebagai
gambaran, saat ini kita berkeyakinan dan membuktikan secara sains , bahwa bumi
mengelilingi matahari. Namun dulu pernah berabad-abad, manusia berkeyakinan
bahwa bumi ini diam dan mataharilah yang mengelilingi bumi. Dan masih banyak
lagi keyakinan lama dan mitos-mitos yang berubah karena sains. Mitos dan
keyakinan salah di sekitar kita harus diubah persepsinya, bahwa segala kejadian
ini sudah sangat teratur melalui hukum-hukum yang pasti yang bisa rasakan,
amati, buktikan dan kembangkan. Sains terdiri dari 3 aspek:
1. Sains adalah alat untuk menguasai alam dan memberikan
sumbangan kepada kesejahteraan manusia.
2. Sains sebagai suatu pengetahuan yang
sistematis dan tangguh , merupakan hasil dari berbagai peristiwa.
3. Sains sebagai metode untuk
mendapatkan aturan, hukum-hukum atau teori-teori dari obyek yang diamati
B. LANDASAN-LANDASAN FILOSOFIS SAINS
MODERN
Untuk memahami
bagaimana sains modern berkeja, anda perlu kenal pikiran-pikiran Charles Sanders Peirce (1839-1914).
Dia adalah pemikir yang dengan brilian memberi landasan-landasan filosofis pada
sains modern. Darinya kita paham bahwa metode saintifik empiris dalam dunia
sains modern masa kini. Peirce menerima ide-ide rasionalisme
Cartesian, tapi juga mengintegrasikannya dalam suatu keseluruhan yang melampaui
rasionalisme. Menurut Peirce, konsep-konsep rasional dapat bermakna dan bisa
mengabstraksi kesimpulan-kesimpulan empiris. Hal ini sudah jelas, sebab sains
yang tidak rasional tentu bukanlah sains.
Peirce
menyatukan penalaran induktif dan penalaran deduktif sebagai dua jenis reasoning
yang saling melengkapi, bukan saling menyingkirkan. Tapi Peirce dengan kreatif
menambah satu jenis reasoning lagi yang dinamakannya penalaran abduktif
(“abduction reasoning”). Penalaran abduktif: Jika ada banyak teori tentang
suatu pengetahuan, teori yang paling superior adalah teori yang sangat mungkin
lebih benar jika dibandingkan teori-teori lainnya yang inferior. Penalaran
abduktif dipakai untuk tiba pada teori-teori yang lebih benar dibandingkan
teori-teori lainnya. Ini berkaitan dengan kaidah Occam’s Razor yang akan
dibeberkan nanti.
Tiga
penalaran yang diajukan Peirce (induksi, deduksi, dan abduksi) kini menjadi
fondasi konseptual utama dalam metode-metode saintifik modern yang bernalar. Terhadap
pertanyaan objek-objek apa saja yang menjadi fokus sains modern, Peirce
menjawab demikian: objek-objek sains adalah hal-hal yang REAL, yang propertinya
tidak bergantung pada persepsi manusia atas hal-hal ini. Hal-hal real ini ada
secara objektif, terlepas dari persepsi si pengamat. Kata Peirce, setiap orang
yang punya pengalaman yang cukup tentang hal-hal yang real akan sepakat
mengenai kebenaran hal-hal yang real itu. Yang disebut REAL oleh Peirce dalam
dunia sains sekarang disebut sebagai hal-hal yang empiris, yakni segala hal
yang dapat ditangkap lima indra kita atau dengan bantuan instrumen-instrumen
teknologis.
Hal yang
sangat penting, kata Peirce, adalah bahwa semua kesimpulan sains selalu
tentatif (sementara, tidak final, tidak absolut, dapat berubah sewaktu-waktu).
Kata Peirce, rasionalitas metode sains tidak bergantung pada kepastian
kesimpulan-kesimpulannya tapi pada wataknya yang selalu “self-corrective”,
selalu mampu memperbaiki diri sendiri. Kekuatan sains terletak di situ, selalu
mampu memperbaiki diri dan selalu tahu kapan harus memperbaiki diri. Kapan? Kata Peirce,
sains akan memperbaiki diri jika bukti-bukti yang real sudah tak sejalan lagi
dengan pandangan-pandangan saintifik sebelumnya
Menyangkut
metode-metode sains, Peirce menegaskan bahwa dengan terus-menerus dipakai,
setiap metode saintifik akan membuat sains dapat mendeteksi dan mengoreksi
kesalahan-kesalahannya sendiri. Tak usah diperintah siapapun. Peirce, dengan
demikian, menegaskan bahwa semua pandangan saintifik bisa salah, fallible.
Inilah yang dikenal sebagai fallibilisme Peirce. Peirce lebih jauh
menyatakan bahwa lewat ujicoba terus-menerus, metode-metode saintifik akhirnya
akan bermuara pada kebenaran yang makin integratif dan makin unifying.
Jangan anda
meremehkan sains karena wataknya yang bisa salah. Kendatipun semua pandangan
sains bisa salah, ternyata sains efektif bekerja: anda setiap hari
memakai berbagai teknologi produk sains, dan karena sains yang bisa salah ini
kita sekarang sudah bisa menerbangkan wantariksa-wantariksa tanpa awak ke
berbagai planet dalam tata surya kita. Sains itu real, dan menghasilkan hal-hal
yang objektif. Kalau anda kekeh menyepelekan sains (mungkin karena kesalehan
keagamaan anda), baiklah saya ajak anda untuk tidak munafik: tinggalkanlah
semua produk sains, jangan memakainya sama sekali, lalu kita lihat apakah anda
masih akan bisa hidup dalam zaman sekarang ini.
Penangkapan
oleh lima indra manusia (atau dibantu berbagai instrumen) atas hal-hal yang
real, kata Peirce, berhubungan dengan konsepsi rasional atas hal-hal real itu.
Penangkapan realitas oleh lima indra kita yang dibantu oleh berbagai instrumen
teknologis akan selalu sejalan dengan penjelasan-penjelasan rasional tentang
realitas ini. Bahwa berbagai instrumen harus dipakai untuk membantu lima indra
juga ditekankan oleh John Dewey (1859-1952), Bapak pragmatisme. Selain itu,
kata Dewey, ide-ide baru akan dihasilkan oleh pemakaian instrumen-instrumen,
lalu ide-ide baru ini juga akan berfungsi sebagai instrumen bagi
eksperimen-eksperimen lain
. Gagasan
Dewey ini dinamakan instrumentalisme Verifikasi, bagi Dewey dan para filsuf
pragmatisme, haruslah dilakukan bagi setiap pernyataan saintifik yang belum
dibuktikan. Inilah yang dinamakan verifikasionisme. Dalam empirisisme logis,
prinsip verifikasi diberlakukan: setiap proposisi yang sepenuhnya tidak logis,
atau yang tidak dapat diverifikasi, adalah proposisi yang kosong makna. Masih dari
John Dewey: empirisisme ilmu pengetahuan akan terus berguna tanpa perlu
melibatkan hal-hal yang tidak empiris atau yang supernatural.
Masih menurut John Dewey,
penjelasan-penjelasan supernatural tidak memberi nilai tambah apapun bagi
pemahaman saintifik atas hal-hal yang real. Nah, sekarang apa itu Occam’s Razor
yang sudah dimunculkan di atas. Occam’s Razor adalah tiga kaidah elementer
dalam dunia sains. Pertama, jangan membuat rumit hal-hal yang sebenarnya tidak
rumit. Kedua, teori yang paling mungkin benar adalah teori yang paling ringkas
dan paling sederhana dari antara teori-teori yang ada yang lebih berbelit.
Kaidah ketiga: Jika anda mau menjelaskan apapun, mulailah selalu dengan memakai
hal-hal yang secara empiris sudah diketahui, jangan membuat lompatan iman.
Itulah
keseluruhan isi terminologi Occam’s Razor yang melahirkan penalaran abduktif
yang diajukan Peirce, seperti sudah disebut di atas. Jika anda memakai
penalaran abduktif, anda akan memilih kesimpulan yang paling sederhana dan
paling ekonomis, dan melepaskan kesimpulan yang rumit dan tidak ekonomis.
Kesederhanaan konsep-konsep dalam dunia sains ditekankan oleh Jacob Bronowski
ketika dia menulis bahwa “Einstein adalah seorang yang dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang luar biasa sederhana. Dan apa yang diperlihatkan
oleh karya-karyanya adalah bahwa ketika jawaban-jawabannya juga sederhana, maka
anda dapat mendengar Allah yang sedang berpikir.”
C. KELEMAHAN SAINS MODERN
Tidak dapat di pungkiri bahwa salah
satu prestasi manusia di abad ini adalah kemampuannya mengembangkan ilmu dan teknologi.dengan
ilmu dan teknologi inilah manusia telah berhasil memberikan aneka kemudahan
bagi manusia dalam melayani dan memenuhi kebutuhannya. Kemajuan manusia
terhadap sains bukan hanya mempersempit terhadap ruang namun juga waktu, ruang
dunia yang sebelumnya membentang luas kini berhasil di lipat beberapa kali ,
sehingga semakin sempit. Dan keberhasilan sains dalam melipat dunia telah
mempengaruhi waktu yang di butuhkan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya .
hal tersebut bisa kita ketahui dengan di temukannya alat transportasi dan
telekomunikasi yang canggih, jarak perjalanan yang membutuhkan waktu berbulan
–bulan kini bisa di tempuh hanya dengan satu hari atau kurang darinya, dan
berita yang awalnya membutuhkan waktu berhari-hari bahkan berbulan –bulan untuk
di sebarkan ke seluruh dunia tapi sekarang sudah menjadi hal yang biasa di
lakukan dalam hitungan menit bahkan detik.
Kemajun sains telah berhasil
menciptakan revolusi dalam berbagai bidang dengan tingkat kemajuan dan
kecepatan yang mencengangkan . begitu dahsyat otak manusia yang berhasil
mengubah gurun pasir dan belantara menjadi komplek perumahan dan gedung-gedung
pencakar langit. Dan salah satu dampak positif
adanya sains yaitu berubahnya alat tulis yang awalnya daun lontar dan
tulang menjadi komputer atau telepon selluler.
Namun di samping berbagai kemudahan
dan dampak positif dari sains modern,ia juga membawa dampak negative yang
bersemayam dalam apa yang kita kenal dengan sains modern. Salah satu di
antaranya adalah sebagai berikut:
1.
Sains modern reduksionis
Pendekatan analisis sains sangatlah reduksionis sehingga membawa pada
gambaran realitas yang salah, pendekatan analisis seperti ini tidak berfungsi
dengan baik untuk menganalisis obyek-obyek yang hidup.karena inilah, maka sains
sangat terbatas dan dalam banyak hal tidak dapat membantu kita dalam memahami
alam. Akibatnya banyak persoalan manusia
yang kompleks luput dari analisis sains, dan penerapan tersebut dalam memahami
alam juga di terapkan dalam memahami manusia yang mengatakan bahwa manusia itu
tidak lebih dari benda mati , tanpa dinamika yang komplek tidak hanya sebagai
makhluk hidup, melainkan juga makhluk yang berakal dan berperasaan. Bahkan
lebih penting dari semua itu manusia adalah manusia yang beragama dan bertuhan.
dalam hal ini sains mempunyai cacat yang serius karena sifatnya yang terbatas
sehingga banyak persoalan manusia yang luput dari analisis sains.
Dengan
landasan filosofis yang reduksionistik, sains mereduksi pengetahuan pada
kategori-kategori mekanistik dan prinsip anomistik. Kedua hal ini telah di
gugat oleh banyak ahli dari barat maupun timur. Karena, landasan seperi ini
tidak mampu menggambarkan kompleksitas alam yang akan di pahami manusia.
Apalagi untuk memahami kompleksitas manusia itu sendiri dan sang penciptanya.
Pemahaman reduksionis terhadap alam dan manusia dapat membuat kita hanya
memahami sebagian kecil dari alam dan manusia. kondisi ini sangat berbahaya
bagi langkah-langkah yang harus di lakukan manusia untuk mengelola alam dengan
segenap sumber dayanya dan juga manusia dengan berbagai persoalan dan potensi
yang di milikinya.
Menurut beberapa filosof barat berpengaruh, manusia adalah mesin yang
di kendalikan semata–mata oleh kepentingan finansial. Agama, moral,
filsafat,sains, sastra, dan seluruh kesenian di tegakkan atas landasan cara
produksi, pembagian dan distribusi kekayaan. Semua ini adalah manifestasi dari
aspek ekonomi kehidupan manusia.
2.
Sifat utilitarian sains
modern.
Sifat utilitarian inilah yang melahirkan
anggapan bahwa pemahaman alam berjalan bersamaan dengan kontrol teknis atasnya.
Ini tergambar dengan jelas dengan sifat sains modern yang pragmatis, yakni anggapan
bahwa sains itu benar bila dapat berguna untuk menciptakan aneka tegologi.
Fenomena ini sangat kentara dalam kehidupan individu , masyarakat, dan
pemerintahan negara. Dan hal tersebut bisa di lihat dari pemikiran barat yang
mulai menghinggapi dunia, dan mengesampinkan berbagai cara pengetahuan
alternatif lainnya.
3. Klaim obyektivitas
sains.
Paham bahwa sains obyektif merupakan
titik lain dari kelemahan sains modern. Obyektivitas yang di maksud adalah
empiri-sensual. Menurut paham ini, ilmu pengetahuan hanya obyektif antara lain, jika merujuk pada realitas yang
sama sekali terpisah dari kita, manusia. Jadi obyektif dalam makna ini hanya
sesuai dengan fakta telanjang belaka dan inderawi. Manusia akhirnya menciptakan
dunia sebagaimana di pahami dari hasil serapan panca indra. Hasil serapan panca
indera inilah yang di percayai sebagai sains yang obyektif. Padahal realitas
tidak selamanya menampakkan dirinya melalui serapan panca indera manusia,
sehingga hanya bersifat empiri-sensual. Melainkan juga empiri etik dan empiri
trancendental. Jikapun realitas tersebut dapat di tangkap oleh manusia,satu hal
yang harus di sadari bahwa kemampuan indera manusia sangat terbatas.sebagai
contoh , tongkat lurus yang di celupkan dalam air akan tampak bengkok oleh
panca indera ( mata) manusia. Bukti lainnya adalah , jika kita mengendarai
sebuah bus yang sedang melaju dengan kecepatan tertentu , maka kita akan
melihat pohon-pohon dan tiang listrik yang berada di luar bus berlari kencang
sesuai dengan kecepatan laju bus. Pertanyaannya adalah apakah betul phon –pohon
dan tiang listrik bisa berlari dalam kenyataannya? Tentu saja jawabannya tidak
akan pernh bisa.sains tidak mengungkapkan kebenaran , karena ia hanya bisa
melihat apa yang bisa di lihat oleh alatnya . karl R. Popper menunjukkan bahwa
unsur- unsur kunci dalam metode keilmuan seperti itu sebenarnya di dasarkan
atas suatu kekeliruan logis. Tidak menjadi masalah berapa banyak eksperimen dan
pengamatan yang menegaskan kebenaran suatu prposisi tertentu. Karena semua itu
tidak akan dapat menjamin dan membuktikan bahwa proposisi yang akan datang
tidak akan membatalkan yang terdahulu. Sehingga popper menawarkan bahwa tenaga
pendorong sains bukan lagi kOfirmasi ,melainkan penyangkalan atau falsifikasi.
4. Tidak mampu menjawab persoalan-persoalan non-saintifik.
Kemampuan sainsuntuk menjawab
berbgai pertanyaan unultimate di pertanyakan . sains mengalami kesulitan besar
, bahkan kegagalan untuk menjawab pertanyaan tetang makna dan tujuan hidup,
keabadian jiwa, dan kehendak bebas. Pertanyaan seperti ini , di pandang berada
di luar wilayah kerja sains, dan menjadi ranah agama. Memang agama menyajikan
penjelasan tentang makna dri sesuatu , sehingga memberi jawaban untuk memahami
problem eksistensial ( existentially intelligible). Sedangkan sains memberikan
penjelasan tentang hukum kausalitas bagi segala sesuatu, sehingga alam dapat di
pahami secara teknologis dan prediktif.
Oleh karena itu ada persoalan yang
memang relevan dengan sains, sehingga membutuhkan jawaban saintifik. Namun ada
juga persoalan yang tidak relevan dengan sains , sehingga membutuhkan jawaban
di luar sains. Persoalan tentang dari mana asal usul alam? Kenapa hukum alam
perlu? Kenapa manusia dapat memahai alam? Siapa yang membuat manusia paham?
Dalam konteks inila roger trigg mengatakan : science ti explain everything, we
need a reasson for trusting science, alasan tersebut adalah sesuatu yang berada
di luar sains, ia dapat berupa rumen filosof , dapat juga berwujud alasan
teologis. Dan sains modern justru mengingkari sesuatu di luar sains sebagai
ilmiyah, sehingga meniadakan peran spiritual-transidental dan bentuk penjelasan
lain di luar sains. Hal inilah yang dapat membuat sains gagal dalam menjelaskan
sesuatu yang tidak bersifat empiri-sensual sebagai level kebenaran ilmiyah yang
dapat di buktikan secara inderawi. Selain itu juga di pandang tidak ilmiyah.
5. Kekeliruan paradigmatik.
Paradigma merupakan hal mendasar dan
penting dalam dunia sains . karena sebuah paradigma bukan hanya hasil dari
sebuah penelitian yang memberi petunjuk bagi aktivitas ilmuan berikutnya. Ia
juaga merupakan suatu tradisi riset , sebuah jalan pikiran yang menbawa segenap
perangkatnya seperti asumsi, nilai, konsep, model, dan orientasi untuk
membimbing ilmuan dalam memahami gejala kealaman , peristiwa kemanusiaan atau
keorangan. Ia merupakan kacamata untuk melihat masalah dan menenggukkan tekhik
atau pendekatan tertentu yang tepat dan solutif.
Pembentukan
paradigma merupakan hal mendasar bagi sains sebagai proses sosial. Tanpa
komitmen dari setiap ilmuan untuk jujur
dan setia kepada kebenaran tak akan terjalin integralitas dan komphrehensifitas
pemahaman terhadap realitas yang sebenarnya. Apalagi ilmuan yang berhasrat
untuk mendukung dan membela misi tertentu di luar ranah ilmu. Akibatnya ilmuan
tersebut akan menggunakan paradigma yang di yakininya, dan fakta yang ia terima
hanyalah fakta yang dapat masuk dalam kerangka pemikiran dan paradigmanya.
Dalam hal inilah kita ingin menegaskan bahwa paradigma ilmu yang dominan di
gunakan oleh kaum saintis modern adalah paradigm positivm, materialsm, dan
pragmatisme. Karena inilah maka sains modern menerima cacat epistimologis
paradigmatik. Sains modern akhirnya hanya merupakan akumulasi dari setengah
kebenaran . atas dasar setengah kebenaran inilah , sains dan kaum saintik
mencoba untuk mengontrol dunia. Hasilnya adalah membawa dunia menuju pintu
gerbang kehancuran . dalam bahasa lebih fulgar morris berman mengatakan “
pandangan dunia sains ini integral dengan modernitas, budaya massa, dan bencana
kemanusiaan yang kita derita sekarang.
6. Keyakinan berlebihan terhadap keampuhan sains.
Keyakinan berlebihan terhadap
keampuhan sains telah menggiring manusia untuk hanya memperhitungkan penyebab
material dari segala sesuatu. Karena hanya yang material yang dapat di ukur ,
di hitung, di identifikasi, dan di amati. Salam kondisi seperti ini , tidak ada
tempat bagi sebab-sebab immaterial. Dengan beitu, tuhan di anggap tidak penting
bahkan di pertanyakan keberadaannya. Perhatian ang hanya memfokuskan diri pada
penyebab material, akan membuat sains hanya meneliti tentang fenomena alam.
Dengan begitu mengabaikan segenap peristiwa yang berada di luar fenomena alam
fisik.pilihan objek kajian akan mempengaruhi bahkan menentukan pilihan
instrumen dan metode untuk mempelajari atau meneliti alam . ironisnya,
instrumen dan metode yang di gunakan kaum saintis dalam memahami atau meneliti
fenomena alam fisika, di paksa untuk di gunakan juga dalam rangka memahami alam
metafisika, akiatnya, metode sains di gunakan untuk memahami agama, jika agama
berbeda atau bertentangan dengan sains, maka agama yang di tolak dan sains yang
di terima, karena agama tidak sama dengan metode sains.
D. SAINS MODERN DAN KRISIS GLOBAL
Makin banyak saja orang yang yakin
bahwa apa yang di sebut sebagai peradaban modern, yang di dalamnya kita hidup
sekarang ini, sedang berada dalam krisis. Padahal, berbicara tentang peradaban
modern adalah berbicara tentang sains modern dan penerapannya, demikian kata
seorang penulis sejarah sains barat. Memang, kedengarannya agak berlebihan,
tapi dalam kenyataannya sains modern bisa menerangkan berbagai persoalan dunia,
tepatnya krisis global masa kini. Tentang alienasi individual, rusaknya
lingkungan manusia, dan sebagainya. Masalah-masalah inilah bersama
masalah-masalah lain yang saling memengaruhi dan terakumulasi dalam apa yang
sekarang sering di sebut krisis global. Dan jika disebut peradaban modern, itu
artinya bagian terbesar dari negara-negara di dunia, karena hampir seluruh
negara kecil atau besar dengan sadar atau terpaksa sedang atau telah berjalan
ke arahnya. Dengarlah Gregory Bateson: ”Sudah jelas bagi banyak orang bahwa
banyak bahaya mengerikan telah tumbuh dari kekeliruan-kekeliruan epistemologi
barat. Mulai insektisida sampai polusi, malapetaka atomik, ataupun kemungkinan
mencairnya topi es antariksa. Di atas segalanya, dorongan fantastik kita untuk
menyelamatkan kehidupan-kehidupan perorangan telah menciptakan kemungkinan
bahaya kelaparan dunia di masa mendatang.”
Kalau krisis-krisis ini di daftar
secara lebih terinci, maka akan di dapatkan daftar yang amat panjang. Contoh pertama
dan mungkin yang terbesar adalah krisis lingkungan. Ekosistem alam kini berada
dalam keadaan yang amat labil, karena terlalu banyaknya campur tangan manusia
di dalamnya, baik di rencanakan ataupun tidak. Efek rumah kaca akibat makin
banyaknya gas karbondioksida hasil pembakaran bahan bakar fosil tidak hanya
mengancam sebagian dunia, tapi seluruh dunia. Ancaman lain adalah menipisnya
lapisan ozon atmosfer karena gas-gas yang dilepaskan pada penggunaan penyegar,
misalnya deodoran dan aerosol. Meskipun jumlahnya kecil, hanya seperjuta
bagian, ozon sangat penting untuk melindungi kehidupan dari serangan
ultraviolet sinar matahari. Berkurangnya ozon bisa mengakibatkan bencana bagi
kesehatan manusia maupun makhluk lainnya. Ada perkiraan yang menyebutkan bahwa
pengurangan ozon akan mencapai tiga persen pada tahun 2000, dan lebih dari
sepuluh persen pada tahun 2050. Pada tahun 1986 telah di temukan lubang ozon di
atmosfer di atas Antartika yang ternyata meluasnya lebih cepat dari dugaan
semula. Lalu, atmosfer di Eropa saat ini mendapat tambahan sulfur satu gram
lebih tisp satu meter persegi sebagai polusi udara. Ini bisa mengakibatkan
hujan asam yang merusakkan hutan-hutan di perairan. Tanah-tanah prouktif
berubah menjadi gurun. Tiga dasawarsa mendatang berarti gurun telah bertambah
seluas Saudi Arabia.
Bencana lain yang juga cukup
terkenal adalah penyakit Minamata di Jepang. Meski limbah methylmercuri (MeHg)
hanya berasal dari sari pabrik Chisso, akibat yang di timbulkan sudah
mengerikan. MeHg yang masuk ke tubuh manusia akan menumpuk di otak, terutama
pada bagian pengatur keseimbangan dan penglihatan. Ternyata, Teluk Jakarta pun
telah mengalami pencemaran serupa. Beberapa helai rambut anak kampung Luar
Batang, Jakarta, yang di periksa di laboratorium di Jepang, di nyatakan positif
mengandung MeHg.
Contoh-contoh di atas belum seberapa jika di bandingkan
dengan kemungkinan terjadinya perang nuklir. Jumlah senjata nuklir yang ada
saat ini cukup untuk menghancurkan umat manusia beberapa kali. Lebih dari empat
puluh ribu hulu ledak bom nuklir, yang ada di dunia kini, masing-masing
berkekuatan ribuan kali bom yang pernah jatuh di Hiroshima dan Nagasaki.
Sementara bayangan kita belum lepas dari apa yang pernah terjadi di Hiroshima
dan Nagasaki, 170.000 manusia tewas dan sekitar 100 ribu lagi terluka berat dan
ringan.
Sains juga
menciptakan teknologi yang sangat berguna bagi kehidupan manusia. Tapi di
sadari atau tidak, teknologi menciptakan sesuatu yang tidak di prediksi
sebelumnya. Contohnya, televisi adalah bentuk dari kerangkeng teknologi
informasi karena ketika informasi masuk dalam kotak yang bernama televise ini,
maka pada waktu itu teknologi informasi menjadi budak bagi kepentingan kotak
tersebut.
Jika teknologi dijadikan tujuan dan cita-cita, maka pada
gilirannya peradaban teknologi akhirnya berubah menjadi kekuasaan yang
membelenggu manusia sendiri. Nicolas Berdyev dalam bukunya The Destiny of Man
berucap:
“Kemajuan
tekhnik tidak saja membuktikan kekuatan serta daya manusia untuk menguasai
alam, kemudian tekhnik itu tidak saja membebaskan manusia, tetapi juga
memperlemah serta memperbudaknya, kemajuan itu memekanisasikan manusia dan
menimbulkan gambaran serta persamaan manusia dengan mesin.”
Jelas bahwa di stu sisi tekhnologi menjadi penjara bagi
manusia, namun di sisi lain teknologi itu pun di penjara oleh kepentingan
manusia.
Dan Belakangan ini banyak kritik
terhadap sains modern dari berbagai kalangan. Soalnya, teknologi sebagai
penerapan sains untuk kepentingan manusia punya dampak yang cukup menakutkan.
Keempat dampak itu adalah dampak militer, dampak ekologis, dampak sosiologis
dan dampak psikologis.
Dampak pertama adalah potensi
destruktif yang ditemukan sains ternyata serta merta dimanfaatkan langsung
sebagai senjata pemusnah massal oleh kekuatan-kekuatan militer dunia. Sejarah
tak dapat memungkiri bahwa ilmuwan berperan cukup besar dalam pengembangan
senjata-senjata pemusnah massal tersebut.
Dampak kedua adalah dampak tak
langsung yang berupa pencemaran dan perusakan lingkungan hidup manusia oleh
industri sebagai penerapan teknologi untuk kepentingan ekonomi. Dampak kedua
ini adalah dampak tak langsung, karena industrialisasi adalah positif sedangkan
krisis lingkungan yang ditimbulkannya bersifat negatif.
Dampak ketiga adalah keretakan
sosial, keterbelahan personal dan keterasingan mental yang dibawa oleh pola
hidup urbanisasi yang mengikuti industrialisasi ekonomi. Dampak ketiga ini
adalah dampak tak langsung kedua sains dan teknologi, karena urbanisasi adalah
dampak tak langsung dari industrialisasi. Dampak keempat, yang paling parah,
adalah penyalahgunaan obat-obatan hasil industri kimia untuk menanggulangi
dampak negatif dari urbanisasi.
Keempat buah dampak negatif
penerapan sains dan teknologi itu tidaklah merisaukan kebanyakan ilmuwan karena
mereka menganggap hal itu bukanlah urusan mereka. Soalnya dalam pandangan
mereka, tugas mereka hanyalah mencari kebenaran ilmiah tentang alam.
Oleh karena itu sains di anggap
sebagai ilmu yang netral yang bisa dimanfaatkan untuk pengembangan teknologi.
Sementara itu para teknolog juga melempar tanggung jawab dengan mengatakan
teknologi itu bagaikan pisau adalah sesuatu yang netral yang bisa dimanfaatkan
secara positif atau negatif tergantung pemakainya.
Akan tetapi melihat gelombang dampak
negatif yang kumulatif sains modern itu, pada paruh kedua abad yang baru silam
ini, timbul sejumlah kritik terhadap sains yang bukan merujuk pada
dampak-dampak negatif yang sekunder itu, tapi langsung ke jantung filosofis
sains yang selama ini dianggap tidak bermasalah. Kritik itu datang dari
kalangan teolog, filosof serta ideolog-ideolog ekosofi, neomarxis, feminis dan
etnoreligius. Pada dasarnya, kritikus-kritikus anti-sains itu menunjukkan
ketimpangan pikir yang mendasari metodologi sains yang berujung pada mudahnya
sains dimanfaatkan secara negatif tanpa rasa bersalah sedikitpun dari kalangan
sains. Suatu kondisi yang menyedihkan dan memprihatinkan.
Kaum teolog misalnya dengan cepat
mengatakan bahwa sains itu berdasarkan materialisme ateistik sehingga tidak
mengherankan jika penerapannya mempunyai kecenderungan amoral. Sementara kaum
filosof seperti kaum fenomenolog eksistensialis dengan terus terang menunjukkan
bahwa sains pada dasarnya sebuah pemiskinan intelektual dari pengalaman
langsung manusiawi akan realitas seutuhnya, sehingga tak mengherankan jika
dampak negatif merajalela begitu sains dimanfaatkan untuk kepentingan
masyarakat.
Kritik-kritik teologis dan filosofis
itu biasanya tak terdengar di kalangan sains karena mereka menulis dan
berbicara dalam jurnal-jurnal dan seminar-seminar akademik yang terpisah dari
dunia akademik sains dan teknologi.
Namun kaum ideolog menggunakan media
massa untuk melontarkan kritik-kritik radikal mereka. Pada umumnya kaum ideolog
menunjukkan keberpihakan sains sebagai institusi kebudayaan pada sekelompok
manusia sehingga dengan demikian terbukalah kedok kepalsuan netralisme sains
modern.
Menurut kaum ekosofis sains modern
berpihak manusia mengabaikan spesies-spesies makhluk hidup lainnya. Sedangkan
kaum feminis melihat bahwa sains modern hanya berorientasi pada sebagian
manusia yang berjenis kelamin laki-laki itulah sebabnya intuisi diabaikan dalam
sains.
Sementara kaum neomarxis melihat
bahwa sain modern tidak berpihak pada manusia seluruhnya tetapi pada
kepentingan-kepentingan ekonomi kaum kapitalis global. Oleh karena itu,
rasionalitas sains bersifat instrumental paragmatis.
Kaum etnoregius melengkapi
pembongkaran itu dengan mengintegrasikan semua kritik itu dengan menunjukkan
kepentingan kapitalisme global sebagai kelanjutan dari imperialisme Barat
terhadap dunia selain mereka.
Dalam kancah krisis dan kritik sains
modern itu, terbongkarlah paradigma sains modern yang tak lain dari filsafat
materialisme mekanistik dan bersamaan dengan itu runtuhlah dominasi paradigma
materialistik itu.
Misalnya sekarang terjadi perang
paradigma yang akan menggantikan paradigma sains yang lama itu dengan paradigma
baru. Kedua paradigma baru itu adalah holisme sinergetik dan totalisme sibernetik
yang menjadikan ruang mayantara internet sebagi ajang pertempuran yang
tersamar.
Dengan demikian sudah waktunyalah
bagi ilmuwan islam untuk memberikan paradigma sains religius sebagai paradigma
baru bagi sains pasca-modern di milenium baru. Diharapkan dengan begitu Islam
dapat sekali lagi menjadi landasan religius melaui paradigma sains yang islami
bagi sains yang islami
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Sains dalam
perspektif modern. Kata sains adalah adaptasi dari kata Inggris, science, yang
sering juga secara kurang tepat diartikan sebagi ilmu pengetahuan. Secara
etimologis, kata "science" berasal dari kata Latin "scire"
yang arti harfiahnya mengetahui--dan derifatnya pengetahuan. Charles Sanders
Peirce (1839-1914) adalah pemikir yang dengan brilian memberi landasan-landasan
filosofis pada sains modern. Darinya kita paham bahwa metode saintifik empiris
dalam dunia sains modern masa kini.
Sains modern
selain memiliki kelebihan juga memiliki kelemahan yaitu Sains modern reduksionis, Sifat utilitarian sains
modern, Klaim obyektivitas sains,dan yang lainnya seperti yang telah di
jelaskan di atas. Dan pada era global ini, sains dapat menimbulkan krisis
seperti halnya menipisnya lapisan ozon di sebabkan oleh zat-zat kimia yang di
keluarkan oleh benda-benda yang di ciptakan oleh sains itu sendiri. Selain
mengalami krisis, sains juga mendapatkan kritik dari berbagai macam golongan
yang memandang sains tidak hanya memberikan manfaat tapi juga menimbulkan
bahaya yang tidak bisa di anggap sepele.
B. SARAN
Saran dari kami, kita boleh
menggunakan produk-produk yang di hasilkan oleh sains untuk memenuhi kebutuhan
kehidupan sehari-hari. Tetapi pada era modern saat ini kita juga harus menjaga
kelestarian lingkungan kita, jangan sampai pada zaman yang akan datang, anak
cucu kita merasakan kesusahan yang di timbulkan atau di sebabkan oleh kita yang
tidak menjaga lingkungan. Jadi marilah kita menciptakan produk-produk yang bisa
menjaga kelestarian lingkungan kita, jangan selalu mengandalkan zat-zat kimia
yang berbahaya. Dan jika pada makalah ini terdapat kesalahan, kami membutuhkan
kritik dan saran untuk hal yang lebih baik pada makalah selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bakhtiar,
amsal, 2012, filsafat ilmu, Jakarta:
Rajawali Pers.
Ma,
Danial, 2013, filsafat ilmu, Yogyakarta: Kaukaba Dipantara.
Ghulsyani,
Mahdi, 1986, Filsafat Sains Menurut
AL-Qur’an, Bandung: Mizan.
KATA PENGANTAR
PUJI SYUKUR PENULIS PANJATKAN KEHADIRAN ALLAH SWT, ATAS LIMPAHAN RAMAT DAN KARUNIANYA BERUPA KEMUDAHAN DAN KELANCARAN , SERTA PETUNJUKNYA YANG DIBERIKAN SEHINGGA PENULIS DAPAT MENYELESAIKAN TUGAS MAKALAH INI.
PENDAHULUAN
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah:
A. KESIMPULAN